Hermes berjalan di depan, diikuti oleh Orpheus dan Eurydice di
belakang mereka berdua. Begitu keluar dari pintu gerbang Hades, Kerberos sudah
menanti dengan menggeram-geram mengerikan, tetapi nyanyian Orpheus membuat
monster penjaga gerbang Hades itu menundukkan ketiga kepalanya dan hanya diam
terduduk membiarkan mereka bertiga lewat.
Setelah itu mereka menyeberangi sungai Styx sekali lagi dengan
perahu Kharon dan memulai perjalanan mendaki lorong gua yang sangat melelahkan.
Selama perjalanan mendaki yang sangat berat itu berbagai pertanyaan mulai
mengusik pikiran Orpheus.
Apakah benar Eurydice mengikuti di belakangnya? Kenapa suara
langkah-langkah kakinya tidak terdengar sama sekali? Ia hanya mendengar suara
langkah kaki Hermes dan dirinya sendiri. Bagaimana kalau Kerberos tidak
membiarkan Eurydice melewati gerbang Hades? Bagaimana kalau Kharon tidak
mengizinkan Eurydice naik ke atas perahunya? Pikiran-pikiran itu terus
menyiksanya dan kian menyelimuti hatinya dengan keragu-raguan dan rasa penasaran.
Mereka masih berada dalam kegelapan gua yang pekat, tetapi
Orpheus bisa melihat bayangan Hermes yang berjalan di depannya. Ia tinggal
menengok ke belakang untuk melihat Eurydike, cukup sedetik saja untuk
menenangkan hatinya. Teringat pesan Hades, Orpheus masih bisa menahan diri
walaupun hatinya hampir meledak oleh rasa khawatir yang menggila.
Setelah melangkah beberapa saat lamanya, akhirnya sebersit sinar
matahari nampak di kejauhan. Tetapi semakin mereka melangkah menuju sinar yang
semakin terang itu, kekhawatiran Orpheus semakin menjadi-jadi. Tinggal beberapa
langkah lagi menuju pintu gua, rasa khawatir itu sampai pada puncaknya. Tinggal
beberapa detik lagi Eurydice akan hidup kembali bersamanya. Iya kalau benar
Eurydice mengikuti di belakangnya, tapi bagaimana kalau tidak?
Hanya selangkah dari mulut gua, untuk meyakinkan dirinya,
Orpheus memalingkan kepalanya ke belakang. Cukuplah sedetik untuk menoleh ke
belakang, pikirnya. Dan ia melihat Eurydice memang mengikutinya…
Oh para dewa, mengapa kalian begitu kejam dan
keras terhadap manusia?
Begitu Orpheus menoleh, saat itu pulalah sosok Eurydice terbang
seperti daun kering yang rontok tertiup angin di musim gugur, melayang kembali
ke kerajaan orang-orang mati. "Selamat tinggal....." bisik Eurydice
lirih sebelum suaranya ditelan keheningan gua. Syarat Hades yang keras telah
dilanggar.
Sia-sia Orpheus berlari mengejar kekasih tercintanya. Sia-sia ia
berusaha merentangkan tangan untuk meraih tubuh istrinya. Bayangan Eurydike telah
lenyap ditelan kegelapan. Ia berlari sampai ke tepian sungai Styx dan berlutut
memohon kepada Kharon agar bersedia menyeberangkannya sekali lagi, tetapi
Kharon menutup telinganya rapat-rapat.
Orpheus mondar-mandir di tepian sungai Styx selama tujuh hari
tujuh malam, memohon, memohon dan meratap. Pada hari kedelapan, menyadari
perbuatannya sia-sia belaka, ia berjalan kembali ke mulut gua dengan hati
berat. Di mulut gua ia menemukan kembali lyranya yang terjatuh saat ia
mencoba merangkul Eurydice. Lyra itu tergeletak hanya selangkah dari sinar
terang matahari! Orpheus memungut alat musik kesayangannya itu dan kemudian
kembali ke kampung halamannya.
Hari berganti hari, bulan berganti bulan, bahkan bertahun-tahun
setelah kejadian itu, tetapi bayangan Eurydice tidak mau pergi dari pikiran
Orpheus. Ia sama sekali tidak ada keinginan untuk menikah lagi dengan wanita
lain.
Suatu hari, festival untuk menghormati dewa anggur, Dionysos,
akan diselenggarakan di Thrakia. Dalam festival yang dihadiri oleh banyak kaum
wanita itu, mereka minum anggur sampai mabuk, menari dan bernyanyi menirukan
para Mainada, peri-peri yang mengiringi Dionysos. Wanita-wanita Thrakia
mengundang Orpheus untuk menghadiri festival tersebut, tetapi Orpheus terlalu
sedih untuk bersenang-senang dalam jamuan pesta.
Para wanita itu merasa tersinggung oleh penolakan Orpheus dan
pergi dengan marah. Setelah pesta usai, saat mereka pulang dalam keadaan mabuk,
tanpa sengaja mereka bertemu kembali dengan Orpheus di jalan. Teringat oleh
penolakan Orpheus sebelumnya, wanita-wanita ini menjadi menggila dan menyerang
pemuda itu dengan liar. Mereka menyerang dengan batu, kayu, sabit dan di bawah
pengaruh anggur yang sangat keras mereka terus menghajar penyanyi malang ini
hingga tewas.
Orpheus menghembuskan nafas terakhirnya di tangan wanita-wanita
mabuk ini, tetapi jiwanya meluncur dengan gembira menuju Hades, dimana ia bisa
bertemu dan bersatu dengan Eurydice untuk selamanya. Tidak ada suara nyanyian
dan musik yang terdengar di Hades, tidak ada kicauan burung yang bernyanyi
riang di bawah sana, tetapi Orpheus dan Eurydice tetap berbahagia, karena cinta
telah mempertemukan mereka kembali.
Di permukaan Bumi, dewi-dewi Muse (Mousai) yang menemukan
jenazah Orpheus, menguburkannya di suatu tempat di lereng gunung Olympos. Konon
di tempat itu hidup burung-burung yang bernyanyi lebih merdu daripada kicauan
burung-burung manapun di dunia ini. Sedangkan lyra Orpheus yang hanyut terbawa
ombak sampai pulau Lesbos ditemukan dan dipungut oleh Apollo. Untuk mengenang
Orpheus, dewa musik ini menempatkannya tinggi-tinggi di langit dalam rangkaian
bintang yang kemudian dikenal sebagai rasi bintang Lyra.
Before :
Orpheus dan Eurydice (2)
Orpheus dan Eurydice (1)
0 komentar:
Posting Komentar